INDOMEDIA.NEWS, Kotamobagu – Ketua Pusat Studi Hukum Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK), sekaligus Kaprodi Hukum Bisnis, Amir Minabari, SH, MH, menanggapi kebijakan penangguhan penahanan yang dilakukan oleh Penyidik Polres Bolaang Mongondow Timur (Boltim), terhadap seorang terduga pelaku penganiayaan berinisial A.K.
Dalam keterangannya, Amir Minabari menegaskan bahwa prinsip utama dalam hukum pidana adalah “non arrested is principle, arrested is exception.” Artinya, penahanan terhadap seseorang merupakan sebuah pengecualian yang hanya dilakukan, jika benar-benar diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan.
Jika proses hukum dapat tetap berjalan dengan baik tanpa adanya penahanan, maka penahanan yang dilakukan justru berlebihan dan berpotensi menjadi bentuk perampasan kemerdekaan yang tidak sah.
“Penahanan seseorang harus memenuhi syarat objektif dan subjektif, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Syarat objektif diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, yang menyatakan bahwa penahanan hanya boleh dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih, atau tindak pidana tertentu dengan ancaman di bawah lima tahun yang secara khusus diatur dalam undang-undang,” jelas Amir.
Lebih lanjut, ia juga menguraikan bahwa syarat subjektif penahanan merujuk pada Pasal 21 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa penahanan atau perpanjangannya, hanya boleh dilakukan jika terdapat bukti kuat, bahwa tersangka telah melakukan tindak pidana.
“Serta ada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidan,” jelas Amir.
Namun, menurut Amir, tersangka tetap memiliki hak untuk mengajukan penangguhan penahanan sesuai dengan Pasal 31 ayat (1) KUHAP.
“Penyidik pun memiliki kewenangan untuk mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, berdasarkan pertimbangan hukum yang ada,” tambahnya.
Terkait dengan kasus di Polres Boltim, Amir Minabari memberikan apresiasi terhadap keputusan penyidik, yang memberikan penangguhan penahanan kepada A.K.
Menurutnya, keputusan tersebut mencerminkan pendekatan hukum pidana modern yang tidak lagi berorientasi pada pembalasan semata, tetapi lebih mengutamakan keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif.
“Dalam hukum pidana kontemporer, termasuk dalam KUHP yang baru, tujuan pemidanaan bukan hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk memberikan keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif. Artinya, hukuman harus proporsional, pelaku kejahatan harus memiliki kesempatan untuk diperbaiki, dan korban harus mendapatkan pemulihan yang layak,” tegas Amir.
Dengan demikian, kebijakan penangguhan penahanan yang dilakukan Polres Boltim, dinilai sejalan dengan prinsip keadilan yang lebih luas, sekaligus menjadi langkah maju dalam penegakan hukum yang lebih humanis dan berorientasi pada keseimbangan antara hak-hak tersangka dan perlindungan terhadap masyarakat.