SUDAH menjadi sunnatullah bahwasanya manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Kita pun sering mendengar istilah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sejak awal penciptaan manusia, yakni nenek moyang manusia Nabi Adam alaihissalam Allah menciptakan pasangan dari tulang rusuk Nabi Adam yang kelak menjadi Sahabat, Teman, dan istri sehidup sesyurganya. Kisah inilah yang menjadi simbol bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lainya.
Selalu lidah ini berucap “Alhamdulillah” betapa agungnya Allah sang Kholiq yang menciptakan kita Manusia berbeda-beda untuk saling mengenal. Bayangkan jika sekiranya Allah menciptakan kita dalam bentuk, bahasa, dan suku yang sama? Tentunya tidak akan ada wajah-wajah mungil nan imut kita semua, tak ada KTP dan surat-surat lainnya, untuk apa itu semua kalau wajah kita sama semua? Membayangkannyapun sangat membuat hati tergelitik, coba seandainya wajah manusia, semuanya sama seperti wajah kita, entah bagaimana wajah istri, keluarga dan orang sekitar kita, jika semuanya dalam bentuk yang sama. Hehehe. Ucapkanlah Alhamdulillah, perbedaan ini sungguh anugerah.
Dalam islam sahabat itu sangat dibutuhkan. Sebagaimana Nabi memiliki sahabat. Sahabat lebih dalam maknanya dari sekedar teman. Sahabat dalam makna singkatnya adalah orang yang selalu berada dekat dengan kita baik suka maupun duka. Jika kita sakit maka dia juga merasakan sakit begitupun sebaliknya. Indahnya makna sahabat. Bahkan sahabat adalah orang yang akan menjadi saksi atas kebaikan kita ketika Manusia dihadapkan kepada Peciptanya.
Kalau kata teman saya ketika bertanya tentang perbedaan sahabat dan teman. Katanya kalau teman, semakin banyak teman kita, maka semakin banyak pengeluaran. Kalau sahabat semakin banyak maka semakin banyak rezkiy.
Para pembaca yang budiman, tentu kita semua tau dengan botol air mineral, coba kira-kira berapa harga satuannya? Berbeda-beda bukan? Harganya berubah Sesuai tempat dan kondisi.
Jika kita membelinya dari pedagang kaki lima maka harganya 3 rbuan. Betul apa betul?
Namun dengan merk yang sama, isi yang sama, botol yang sama, dan dari pabrik yang sama, dengan rasa yang sama, jika kita membelinya di bandara, kira-kira berapa harganya? Benar, harganya dua kali lipat dari harga pedagang kaki lima. Kira-kira 10 ribuan.
Dan masih dengan jenis air yang sama jika kita membelinya di hotel berbintang lima maka harganya melonjak lebih tinggi. Bahkan bisa mencapai 59 rbuan. Menakjubkan bukan?
Seperti itulah persahabatan dalam Islam, jika kita memilih sahabat yang kwalitasnya kaki lima maka kwalitas kitapun ikut menjadi kaki lima. Jika kita memilih sahabat kwalitas bandara maka kwalitas kitapun kwalitas bandara. Dan jika kita memilih sahabat dengan kwalitas bintang lima maka kwalitas kitapun bintang lima.
Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman duduk yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Bukhari No. 2101, Muslim No. 2628)
Pilihlah SAHABAT Bintang Lima, yang ketika kita memandangnya kita teringat Allah. Pilihlah SAHABAT Bintang Lima, yang ketika kita salah dia selalu mengingatkan. Pilihlah SAHABAT Bintang Lima, yang selalu mengajak kita kepada kebaikan. Dan begitulah seseorang, akan dinilai sesuai dengan siapakah yang menjadi teman dekatnya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
Penulis : Syarif Maulana Datundugon, Da’i dan Pengajar di Pondok Al-Islam Gorontalo