Para ilmuwan menjelaskan, dalam sebuah artikel yang diterbitkan di Science Magazine, “Vaksin buatan tanaman melawan virus influenza dan SARS-CoV-2 diharapkan menjadi protein terapeutik pertama yang diproduksi di seluruh tanaman untuk digunakan manusia. Enzim glukoserebrosidase, diproduksi sebagai obat protein suntik yang disebut taliglucerase alfa untuk pengobatan penyakit Gaucher, diproduksi dalam kultur sel wortel daripada di tanaman sebenarnya.”
Para ilmuwan menyatakan bahwa dalam uji klinis, proporsi individu yang diimunisasi yang menghasilkan respon imun terhadap target yang diinginkan jauh lebih rendah, dengan vaksin yang diberikan melalui rute parenteral.
Mereka mengklaim bahwa hari ini, keberadaan protein rekombinan yang diproduksi oleh tanaman telah meningkat pesat, menciptakan ‘respon imun yang lebih berarti’.
Para ilmuwan juga menyatakan bahwa terapi nabati juga layak dipertimbangkan untuk diberikan secara oral karena tidak memerlukan banyak pemrosesan dan menghilangkan proses yang mahal dan memakan waktu selama pembuatan.
Namun vaksin yang dapat dimakan masih dalam tahap pengembangan praklinis. Para peneliti merasa bahwa dengan teknologi yang lebih baik, hal itu dapat memicu respons imun yang lebih kuat.
Namun, dalam kasus terapeutik, karena dosisnya jauh lebih tinggi, ada kebutuhan untuk investasi dalam infrastruktur manufaktur untuk transisi ke produksi skala besar dari terapi nabati.
