BolselPilihan Editor

Festival Maleo 2025: Langkah Mengenal dan Menyelamatkan Burung Maleo yang Terancam Punah

415
×

Festival Maleo 2025: Langkah Mengenal dan Menyelamatkan Burung Maleo yang Terancam Punah

Sebarkan artikel ini
Suasana meriah Festival Maleo 2025 di Museum Daerah Kerajaan Bolaang Uki, tempat masyarakat dan pelajar belajar bersama tentang pelestarian satwa endemik Sulawesi. (F: Dok WCS Binerean)

INDOMEDIA.NEWS, Bolsel – Menyambut Hari Maleo Sedunia yang jatuh pada 21 November, Forum Koridor Hidupan Liar Tanjung Binerean kembali menggelar Festival Maleo 2025, Kamis, (20/11/2025).

Kegiatan ini didukung oleh Balai KSDA Sulawesi Utara (Sulut), Balai TN Bogani Nani Wartabone, dan WCS Program Indonesia. Tahun ini, festival dipusatkan di Museum Daerah Kerajaan Bolaang Uki, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel).

Festival tahunan tersebut bertujuan merayakan sekaligus mempromosikan upaya konservasi burung maleo, senkawor, satwa endemik Sulawesi yang saat ini berstatus kritis, berdasarkan daftar merah IUCN Red List.

Selain itu, kegiatan ini menjadi ruang edukasi mengenai pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati serta peluang pengembangan jasa lingkungan dan pariwisata alam.

Populasi Menurun, Habitat Terus Tergerus

Burung maleo senkawor, merupakan indikator kesehatan ekosistem hutan. Namun, populasinya terus menurun akibat hilangnya habitat alami dan menyusutnya lokasi bertelur yang sesuai. Maleo membutuhkan panas matahari atau panas bumi untuk mengerami telurnya, sehingga perubahan bentang lahan berdampak langsung terhadap keberlangsungan hidupnya.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan maleo sebagai satwa yang dilindungi, melalui PP Nomor 106 Tahun 2018, serta menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Maleo Senkawor 2020–2030. Meski demikian, ancaman tetap besar, terutama dari perluasan perkebunan, pembangunan permukiman dan jalan, serta tingginya aktivitas di kawasan pesisir, yang mengancam coastal nesting ground. Hingga tahun 2000, lokasi bertelur maleo yang tercatat di seluruh Sulawesi, tidak mencapai 131 titik, jumlah yang kini makin terancam keberadaannya.

Edukasi Konservasi bagi Generasi Muda

Festival Maleo 2025 juga menjadi ruang pembelajaran bersama bagi masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja. Ratusan siswa SD, SMP, dan SMA se-Molibagu, pelaku seni budaya, serta para pemangku kebijakan turut berpartisipasi.

BACA JUGA :  Yani: Pilih Calon Anggota Legislatif yang Punya Kemampuan

Melalui pendekatan kreatif seperti pemutaran film, permainan edukatif, kuis, atraksi seni, hingga diskusi interaktif, penyelenggara berharap dapat menumbuhkan kesadaran, pengetahuan, dan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya melindungi burung maleo beserta habitatnya.

Selain itu, festival turut mempromosikan potensi wisata alam di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, serta keindahan alam wilayah selatan Bolsel yang kaya flora dan fauna endemik, termasuk babirusa, anoa, dan kuskus beruang. Gelaran ini juga mendapat dukungan dari UK FCDO melalui KIBAR–GGGI.

Komitmen Para Stakeholder

Kadek Wijayanto, Direktur Forum Koridor Hidupan Liar Tanjung Binerean, sekaligus Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman, menyampaikan komitmennya untuk terus menjaga dan melindungi habitat maleo, serta meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya konservasi biodiversitas di Sulut.

“Kami siap menjadi garda terdepan dalam upaya pelestarian alam dan keberlanjutan hidupan liar demi generasi mendatang.” ujar Kadek.

Sementara itu, Samuel Alfredo, Kepala Resort Gunung Ambang BKSDA Sulut, menekankan pentingnya edukasi lintas generasi.

“Perayaan Hari Maleo tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kegiatan seperti ini harus lebih sering dilaksanakan agar pemahaman tentang konservasi dapat ditanamkan sejak usia anak-anak dan remaja,” terangnya.

Samuel berharap, di masa mendatang, lebih banyak sekolah dapat terlibat, agar semakin banyak generasi muda memahami pentingnya menjaga satwa liar yang dilindungi.

“Terutama maleo dan satwa endemik lainnya.” tegasnya.